Banyak kita jumpai buah pohon milik tetangga yang berjatuhan. Pada umumnya, buah yang sudah jatuh dari pohon tersebut tidak diambil oleh pemiliknya, bahkan dibiarkan hingga membusuk. Bagaimana hukum mengambil buah yang jatuh tersebut untuk dimakan atau dijual, apakah boleh dan halal?
Mengambil buah yang jatuh dari pohon milik orang lain, baik untuk dimakan atau dijual, hukumnya boleh dan halal jika kita yakin bahwa pemiliknya sudah tidak memperdulikan lagi, atau diketahui bahwa pemiliknya sudah rida dan rela, dan atau sudah menjadi kebiasaan masyarakat bahwa jika ada buah jatuh dari pohon, maka boleh diambil oleh siapa pun.
Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj berikut ini:
وَيَحْرُمُ أَخْذُ ثَمَرٍ مُتَسَاقِطٍ إنْ حُوِّطَ عَلَيْهِ وَسَقَطَ دَاخِلَ الْجِدَارِ وَكَذَا إِنْ لَمْ يُحَوَّطْ عَلَيْهِ أَوْ سَقَطَ خَارِجَهُ لَكِنْ لَمْ تُعْتَدِ الْمُسَامَحَةُ بِأَخْذِهِ وَفِي الْمَجْمُوْعِ مَا سَقَطَ خَارِجَ الْجِدَارِ إنْ لَمْ تُعْتَدْ إِبَاحَتُهُ حَرُمَ وَإِنِ اعْتِيدَتْ حَلَّ
Artinya:"Dan haram memungut buah-buahan yang telah jatuh bila pohonnya dipagari dan jatuh di dalam tembok pagar, atau jatuh di luar tembok pagar hanya saja tidak ada kebiasaan masyarakat dalam kebolehan mengambilnya. Dalam kitab al-Majmu’ disebutkan bahwa ‘Benda yang jatuh di luar tembok pagar bila tidak umum kebolehan mengambilnya di masyarakat, maka haram memungutnya. Namun jika umum kebolehan mengambilnya, maka hukumnya halal.”
Dalam kitab Asnal Mathalib juga disebutkan sebagai berikut,
فَلَوْ جَرَتِ الْعَادَةُ بِأَكْلِ مَا تَسَاقَطَ مِنْهَا جَازَ إِجْرَاءً لَهَا مَجْرَى اْلإِبَاحَةِ لِحُصُوْلِ الظَّنِّ بِهَا
Artinya:"Jika sudah biasa dengan memakan buah yang jatuh dari pohon, maka boleh (diambil dan dimakan) karena sudah berlaku hukum ibahah atau kebolehan karena sudah ada dugaan (kerelaan) dengan buah yang jatuh tersebut (dari pemiliknya).”
Namun, jika sebaliknya, yaitu diyakini bahwa pemiliknya tidak rela, atau dalam masyarakat tidak ada kebiasaan mengambil buah yang jatuh, atau buah yang jatuh masih di area dalam pagar pohon tersebut, maka tidak boleh mengambil buah tersebut.Ada beberapa hadits yang menunjukkan halalnya seorang musafir yang lewat lalu makan buah yang ada di kebun orang, dengan syarat dia telah berteriak memanggil pemilik kebun tiga kali dan dia memang lapar atau perlu makan buah itu. Kalau tidak ada jawaban barulah dia boleh mengambil sekedar makan di tempat tapi tidak boleh dibawa ke dalam bungkusan. Hadits itu adalah dari Abu Sa’id Al-Khudri ra,
Rasulullah saw bersabda,
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ حَائِطًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ، فَلْيُنَادِ: يَا صَاحِبَ الْحَائِطِ ثَلَاثًا، فَإِنْ أَجَابَهُ وَإِلَّا فَلْيَأْكُلْ
Artinya:"Jika seseorang dari kalian mendatangi sebuah kebun dan dia ingin makan maka hendaknya dia memanggil “Wahai yang punya kebun!” tiga kali. Kalau tidak ada jawaban barulah dia boleh makan:"(HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Tapi dilarang membungkus untuk dibawa sebagaimana hadits Ibnu Umar ra, yang ada dalam Sunan At-Tirmidzi,
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ دَخَلَ حَائِطًا فَلْيَأْكُلْ, وَلاَ يَتَّخِذْ خُبْنَةً
Artinya:"Siapa yang masuk kebun (orang lain) maka dia boleh makan tapi tidak boleh membungkus.”
Ini semua berlaku bagi musafir, itupun masih ada khilafiyyah rinciannya di kalangan para ulama madzhab.
Disebutkan bahwa wajib memanggil pemilik kebun terlebih dahulu artinya minta izin pemilik terlebih dahulu sebelum memakan buah itu. Kalau pemiliknya tidak ada sementara dia sudah memerlukan karena lapar misalnya maka hanya boleh mengambil sekedar makan, itupun sebagian ulama seperti madzhab Syafi’I hanya mengizinkan buah yang jatuh, bukan yang masih berada di atas pohon.
Posting Komentar untuk "BAGAIMANA HUKUM MENGAMBIL BUAH YANG JATUH SENDIRI DARI POHON MILIK ORANG LAIN"